Teater Salihara, 7 Juni 2013, 08.00 pm.
One mission accomplished!
Berangkat dari keinginan melepas penat dari perkuliahan sejenak, saya, Tia, dan Cahya memutuskan untuk menonton salah satu pementasan dari serangkaian acara HELATEATER Salihara (Juni-Juli 2013). Pementasan ini berjudul The Smell of the Soul. Dibawakan oleh ERIKA BATDORF (Kanada) berkolaborasi dengan ARWINDA (Jerman).
Sekilas cerita:
Ini kabaret interaktif tentang maut dan kehancuran, yang lucu sekaligus merongrong pemirsa. Tentang tiga ekor kumbang (Silphidae, Necrophini, Kafer) dan Lacrymosa yang biasa memakan mayat, kini bernafsu memakan manusia yang masih hidup. Sebabnya, mereka menghidu kematian pada manusia yang masih hidup itu. Ketika mereka tidak bisa menghidu jiwa manusia padahal manusia itu masih hidup, itulah saat kematian manusia dan waktunya mereka makan. Mereka mengajak penonton berperan sebagai calon mangsa mereka. Sebuah lakon yang menertawakan maut seraya bernyanyi bersama.
(sumber: Buku Acara HELATEATER Salihara)
Pemain dan tim produksi:
Erika Batdorf sebagai Silphidae
Lisa Schamberger sebagai Necrophini
Christian Bestle sebagai Kafer
Retno Sayekti Lawu sebagai Lacrymosa
Kreator: Erika Batdorf & Arwinda
Sutradara: Erika Batdorf
Penulis: Erika Batdorf
Produser: Sari Madjid & Ines Somerella
Penata Musik: Lisa Schamberger
Produser: Sari Madjid & Ines Somerella
Penata Musik: Lisa Schamberger
(sumber: Buku Acara HELATEATER Salihara)
Sedikit komentar dan pengakuan:
Saya tidak kecewa, justru merasa senang.
Secara keseluruhan, pementasan ini lucu dan menyenangkan, serta penuh dengan kritik. Kritik-kritik halus yang menyiratkan kebenaran. Kritik terhadap perilaku manusia yang tidak pernah mencoba bersahabat dengan makhluk lainnya. Kritik yang mengangkat permasalahan mengenai hubungan manusia dengan bumi yang ditinggalinya, bumi sang ibu pertiwi. As we know, permasalahan manusia ini memang tidak akan pernah selesai jika kesadaran manusia itu sendiri tidak juga muncul. The Smell of the Soul adalah pementasan yang sarat dengan dialog-dialog kecil nan menggelitik, sehingga membuat otak dengan lekas mencerna pesan di baliknya.
Adapun beberapa penggalan dialog menarik yang saya sukai: "We (the bugs) know you, human, better than you know your self", "We don't try to kill you, but you kill us easily", "Human kill easily", etc. Dialog-dialog kecil yang menancap. Dialog-dialog yang buat pikir tumbuh mengembangkan pikiran. "Kill or not to kill?"
Dalam pementasan ini, dikisahkan bahwa mereka, para kumbang, pula meragukan keberadaan jiwa dalam diri manusia. Dari awal hingga akhir pertunjukkan, mereka mencoba menemukan "smell of the soul from the human", but they didn't find it. They can't smell it. Mereka merasa bahwa manusia-manusia ini sudah mati. Manusia-manusia ini tidak punya jiwa. Mereka telah mati. Paling tidak, mereka telah mati sebagian. Partially.
Hal lain yang membuat pementasan ini beda dari pementasan-pementasan yang pernah saya tonton sebelumnya adalah: bahwa sepanjang pementasan, mereka, para kumbang, dengan lincah mencoba berinteraksi dengan para manusia yang datang menonton.
Hal paling mencengangkan lainnya dari The Smell of the soul datang dari suara pemeran Silphidae dan Necrophini. Necrophini memainkan akordeonnya dengan sangat indah. Suara Silphidae dan Necrophini ketika menyanyikan beberapa lagu juga sungguh tak kalah dengan pementas dalam negeri. Sungguh, ini pertunjukkan musikal yang amat memanjakan telinga.
Menariknya lagi adalah ketika para kumbang itu menantang manusia-manusia ini untuk tidak membunuh seekor binatang kecil-pun malam ini dan malam-malam seterusnya. Bisakah?
Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa inti dari segala cerita ini menurut saya adalah, bahwa manusia harus memulai persahabatan. Dengan alam. Juga bersahabat dengan binatang-binatang kecil yang ada, seperti kumbang misalnya, atau juga mungkin binatang 'menggelikan' lainnya. Satu pemahaman terpenting yang harus ditanamkan segera ialah, bahwa mereka semua tetap makhluk pendamping manusia. Begitu katanya.
Manusia, sebagai makhluk berjiwa, harus juga menghargai keberadaan makhluk pendamping lainnya. Sekalipun the bugs.
Dialog-dialog dalam The Smell of the Soul disajikan dalam bahasa Inggris, meskipun ada juga beberapa dialog yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Musik - Penampilan - Dialog - Cerita - Pesan dari pementasan ini dipadukan dengan begitu apik. Interaktif, karena penonton pun diajak ikut berdialog dan terlibat.
Meskipun ada yang sedikit mengganjal (kurang tek-toknya percakapan antara Silphidae dan Lacrymosa/ kerumitan pada salah satu dialog Kafer yang disampaikan dalam bahasa Jerman -tak disertai terjemahan- misalnya), namun pementasan ini rasanya memuaskan. Tidak menyisakan penyesalan telah jauh-jauh datang menghabiskan malam.
NEXT: WARM (Teater-Sirkus) by Rictus (Prancis). 14 - 15 Juni 2013. 08.00 pm. Teater Salihara. (Amin, semoga jadi dan nggak batal)
sumber and more info: http://salihara.org/event/2013/03/26/helateater-salihara-2013 |
Bonus:
Terlebih lagi, yang lebih lebih menyenangkan adalah, "bisa foto bersama para pemain"! Yeay!
No comments:
Post a Comment
Thanks for leaving a comment :)