Imagine having these people as roomates...
Ini adalah cerita tentang delapan orang biasa-biasa saja (seperti yang disangka oleh tim kreatif televisi)
...dipilih secara acak...
(seperti yang disangka oleh produser televisi juga)
...tanpa audisi...
... untuk tinggal bersama di sebuah rumah untuk direkam,
kemudian ditonton oleh jutaan penduduk Indonesia
sebagai acara hiburan, meraup rating,
meningkatkan citra stasiun televisi
serta
keingintahuan untuk melihat apa yang terjadi
ketika orang-orang tersebut tidak bertingkah sesuai dengan skrip cerita
dan mulai bersikap berdasarkan realitas.
...as the reality did not out exactly as it had been expected.
Karena pada akhirnya ini adalah...
THE (UN) REALITY SHOW
Ini adalah cerita tentang delapan orang biasa-biasa saja (seperti yang disangka oleh tim kreatif televisi)
...dipilih secara acak...
(seperti yang disangka oleh produser televisi juga)
...tanpa audisi...
... untuk tinggal bersama di sebuah rumah untuk direkam,
kemudian ditonton oleh jutaan penduduk Indonesia
sebagai acara hiburan, meraup rating,
meningkatkan citra stasiun televisi
serta
keingintahuan untuk melihat apa yang terjadi
ketika orang-orang tersebut tidak bertingkah sesuai dengan skrip cerita
dan mulai bersikap berdasarkan realitas.
...as the reality did not out exactly as it had been expected.
Karena pada akhirnya ini adalah...
THE (UN) REALITY SHOW
Bacaan sepintas di
bagian belakang novel THE (UN)REALITY SHOW karya Clara Ng inilah yang membuat gue tertarik untuk membeli buku yang bersampul biru dan bergambar seluloid film
ini. Sebenarnya, gue nggak langsung beli buku ini ketika kali pertama gue ngeliat buku
ini tertata rapi di Gramedia. Gue hampir empat kali bolak-balik ke Gramedia,
pulang membawa buku yang berbeda, tapi tetap belum berminat untuk membeli buku
Clara Ng yang berjudul The (Un)Reality Show ini. Naaaaahhh, untuk yang kesekian
kalinya, AKHIRNYA, sodara-sodara, saya beli juga buku ini bersama dengan kedua
buku lainnya (Ibuk by Iwan Setyawan dan Petualangan Tom Sawyer by Mark Twain). Pada saat itu ada promo, beli tiga
novel Non-TEENLIT, akan mendapatkan sebuah novel gratis. Akhirnya, karena gue
beli 3 novel, gue dapet novel gratis yang ditulis oleh Meg Cabot, berjudul
Queen of Babble, hemm, lumayan seru novelnya, biarpun gratis. Hihi.
Oke, sekian yaaaa prolognya. Yang mau gue sampein
via tulisan ini sebenarnya adalah, komentar gue akan novel The (Un)Reality Show ini. Ini adalah
novel pertama Clara Ng yang gue baca. Gue pikir terbitnya baru, ternyata udah dari
Februari 2005 juga udah terbit, tapi gue baru bacanya sekarang-sekarang, bahkan baru
selesai baca hari Rabu kemaren, hehe.
sumber: http://www.gramediapustakautama.com/ |
Sebelumnya, gue akan menceritakan sedikit
hal yaaa mengenai novel ini. Novel ini bercerita tentang sebuah stasiun TV bernama
TPTV yang sedang mencari ide untuk membuat program TV yang tidak biasa supaya
dapat memperoleh rating yang tinggi dan dapat membuat gebrakan baru di dunia
pertelevisian. Program yang akhirnya tercetus adalah program The (Un)Reality
Show, dimana peserta pada program ini berjumlah 8 orang (4 perempuan dan 4
laki-laki) yang dipilih secara acak dan harus tinggal di sebuah rumah yang
telah disediakan selama 7 minggu. Tiap minggu, mereka akan diberikan sebuah tantangan yang berbeda-beda dan mereka harus melewati tantangan itu semua. Selama waktu tersebut, mereka bertingkah laku
dan berkegiatan sesuai dengan keseharian mereka tanpa dibekali script.
Mudahnya, mereka harus berinteraksi satu sama lain tanpa script alias apa
adanya di sebuah rumah yang ditinggali bersama-sama, dan semua interaksi serta kegiatan mereka itu ditonton oleh seluruh penonton di Indonesia. Bayangkan, 8 karakter
dalam satu rumah hidup berdampingan, dan menghasilkan kejadian-kejadian yang
lucu, aneh, bahkan bisa bikin kita ketawa ngakak guling-guling.
Oke, dari awal cerita hingga hampir tiba di
ending, gue cukup terkesan dengan alur ceritanya. Gue emang nggak terlalu suka
novel yang menguras otak untuk memikirkan alur ceritanya yang berat dan
berliku-liku, dan (awalnya gue pikir) novel ini nggak seperti itu. Menurut gue
novel ini bercerita dengan gaya bahasa yang ringan dan mudah dimengerti. Tapi
jangan salah, gue agak menggunakan sebagian otak gue untuk berpikir keras
menyimpulkan ending dari novel ini. Yap, for me, ending dari novel ini sedikit
(bahkan sangat) membingungkan!!!
Buat yang udah baca novel ini, mungkin kenal
dengan 8 karakter super unik yang memiliki ciri khas masing-masing. Ada Wendy
(cewek tomboy berkacamata, memiliki pengetahuan yang luas tentang puisi dan
karya sastra, serta hobi tertawa sekencang-kencangnya), Azuza (cilik berumur 10
tahun yang sudah mempunyai filsafat sendiri, bahkan sudah mengenal istilah-istilah
seks), Meiying (ibu rumah tangga yang jenuh dengan kehidupan rumah tangga dan
kebiasaannya mengurus anak), Tara (wanita yang paling seksi dan jago meramal
kehidupan dengan kartu Tarot), Primus (laki-laki yang dianggap paling tampan
oleh wanita-wanita di sekelilingnya), Feivel (laki-laki yang ternyata mempunyai
pacar laki-laki alias gay), Jodi (laki-laki berperawakan pendek dan sangat
risih dengan seorang gay), serta Richard (mantan nara pidana yang pendiam). Selain
8 karakter itu, mungkin nama Hannah, Robert, dan Friska juga tidak asing di
telinga kalian yang sudah baca novel ini.
Naaaahh, hubungan antara Hannah-Robert-Friska
dan kedelapan tokoh ini lah yang agak membingungkan. Awalnya, gue berpikir
bahwa Hannah-lah (yang memiliki 8 bahkan lebih identitas dalam dirinya) yang
menulis cerita mengenai kedelapan tokoh ini hingga pada akhirnya cerita
tersebut difilmkan oleh seorang sutradara bernama Sofyan. Namun, begitu melihat
sosok Friska ada di dalam scene terakhir film di novel ini, gue berpikiran
bahwa Friska ternyata fiktif juga, kan dia ada di bagian film. Kalau Friska adalah tokoh fiktif sutradara, bukankah Hannah dan Robert fiktif pula? Nah loh, bingung
sama apa yang saya omongin? Sama, saya juga bingung. Bingung akan ending-nya
yang singkat, yang menggantung, yang membuat saya penasaran
sepenasaran-penasarannya.
Gue bahkan sampe kirim e-mail dua kali ke mbak
Clara Ng, mention dia beberapa kali di twitter hanya untuk menanyakan ending
yang sebenarnya. Cuma, mungkin gue emang begitu annoying kali ya buat dia
(hehe), makanya e-mail gue belom dibales-bales sampe sekarang.
Lepas bicara tentang ending , novel ini cukup
menghibur banget buat dibaca. Cuma siap-siapin hati aja kalo udah mau nyampe
ending-nya. Karena, ending dari novel ini bisa menimbulkan berbagai reaksi
terhadap pembacanya. Sesuai pendapat para pembaca yang gue temukan hasil
googling di situs : http://www.goodreads.com/book/show/1516383.The_Un_Reality_Show
, gue nemuin bahwa ada-ada aja pembaca yang salut sama endingnya, suka, bahkan
cinta sama endingnya. Ada juga tapi orang-orang .yang bingung, bahkan kecewa dengan
endingnya, (just like me)
But, untuk mengetahui kualitas suatu buku,
kalian tentu harus membacanya terlebih dahulu, bukan? Jadi, bacalah buku ini
untuk mengetahui kualitas buku ini! Apakah bagus? Atau malah justru sebaliknya.
Kalian yang membaca, kalian-lah yang menentukan apakah buku ini cukup oke atau
nggak buat dibaca. Kalo buat gue, buku ini OKE-OKE aja kok buat dibaca, hihi.
PS: Kalo udah ngerti endingnya, comment yaaa
hahaha, jadi gue ikutan ngerti :D
SALAM PEMBACA NOVEL
Iya nih gue jg bingung Friska-Indra-Hannah-Robert siapa sih? Agak creepy.
ReplyDelete