Tuesday, January 22, 2013

Vakansi di Jogjakarta. (Part I)

Begitu banyak ucapan Terima Kasih yang sebelumnya aku ucapkan kepada mereka yang terlibat dalam serangkaian perjalanan kemarin. Tak cukup rasanya jika tak aku bagi kisah 7 hari itu di sini.
Baiklah akan kumulai kisah ini dari awal sekali.

Hari 1, Senin 14 Januari 2013.
BEGINNING.
Kubuka mataku pukul 08.00 pagi. Kepalaku masih berputar karena biasanya tak sepagi itu aku bangun. Apalagi dalam keadaan libur begini. Tapi, memang harus kukorbankan egoku untuk bangun lebih pagi, karena hari ini, perjalananku akan dimulai. Hore!
Aku mandi dan kemudian mempersiapkan beberapa perlengkapan penting yang sebelumnya belum sempat aku masukkan ke dalam tas.
FIUH! Selesai berbenah, kutelepon salah satu perusahaan taksi untuk memesan satu.

Pukul 10.30, taksi datang dan menunggu depan rumahku. Aku harus memulai perjalananku ke perhentian pertama, halte Shuttle Bus Gading Serpong. Sebenarnya, bisa saja aku menggunakan angkutan umum, tapi mengingat pesan dari ibuku yang khawatir akan keadaanku dengan dua tas di tangan, kuputuskan mengikuti kata-katanya untuk menggunakan jasa taksi.
Sepanjang perjalanan, supir taksi yang kutumpangi tak henti-hentinya mengajakku bercerita. Ramah sekali orang ini, pikirku. Ia berpesan pula agar lain kali aku langsung saja menelepon dirinya jika aku butuh bepergian dengan taksi. Tenang, akan kuingat pesan itu, Pak.
Sampai di Gading Serpong, aku agak malas melangkahkan kakiku langsung ke halte Shuttle Bus. Maka, kuputuskan untuk singgah sebentar di Summarecon Mal Serpong. Aku memesan secangkir coklat dingin untuk menemani pagi hariku. Nyaman rasanya ketika cairan coklat dingin menyentuh tenggorokanku. Selesai dari situ, aku mampir ke toko roti untuk membeli sedikit bekal untuk di perjalanan.

Hap! Selesai sudah waktuku untuk berkeliling di mal. Edith, seorang teman yang berjanji untuk bertemu di halte Shuttle Bus itu sudah mengabariku bahwa ia akan segera sampai. Kulangkahkan kakiku keluar dari mal, dan siap menuju halte Shuttle Bus.

Sampailah aku di perhentian pertamaku. Setelah bertemu dengan Edith dan membeli tiket perjalanan, aku bersama Edith berangkat ke Kelapa Gading dengan menggunakan jasa Shuttle Bus Gading Serpong - Kelapa Gading. 2 jam perjalanan kuhabiskan dengan terlelap. Hanya sebentar aku sempat membuka mata untuk mengamati pemandangan Jakarta dari atas jalan tol.

Sampai di Kelapa Gading, aku bersama Edith berjalan menuju Mal Kelapa Gading, tempat kami berjanji untuk bertemu dengan dua orang teman lainnya, Maltal dan Dimas. Waktu itu kurang lebih sudah pukul 2 siang. Kami berempat segera meluncur ke tempat perhentianku yang ketiga, rumah Maltal. Di sana aku diijinkan untuk makan siang dan mencicipi kue buatan Maltal. Banana Cake dan Carrot Cake. Enak! Maltal ternyata pintar juga memasak kue.

Sembari menunggu sore hari, aku bermain dengan Nabilla, seorang anak perempuan kecil yang tinggal di rumah Maltal. Ia suka bercerita dan ternyata bahasa Inggrisnya bagus juga, meskipun ada saja salah-salah di beberapa kalimat. Tapi, aku nikmati saja percakapan random-ku dengan Nabilla, aku suka bermain dengan anak kecil. Maklum, aku kan tidak punya adik.

Pukul 5 sore, temanku yang lain bernama Aan mengajak kami berempat untuk bersama-sama pergi ke perhentianku yang keempat, Stasiun Senen. Aan, Dimas, Maltal, Edith, serta aku tiba di Stasiun Senen pukul setengah 6 sore. Setelah menukar tiket dan berkumpul dengan seorang teman perjalanan kami yang lain bernama Otheb, kami berenam pun memutuskan untuk mencari makan sambil menunggu teman perjalanan yang terakhir, Stella.

Pukul setengah 7 malam, kami sudah lengkap bertujuh. Ditemani obrolan singkat dan sedikit kue buatan maltal, kami menunggu menit-menit keberangkatan kami ke Jogja. Tidak sabar rasanya! Jogjakarta, aku akhirnya berkesempatan melihat dirimu.

Tepat pukul 19.30, kami telah menunggu kedatangan kereta kami di pinggir peron. Bunyi 'cuff cuff, cuff cuff' yang biasa terdengar dari kereta rupanya semakin mendekat. Ya, akhirnya kereta yang akan kami tumpangi sampai di depan mata! Kami bertujuh mantap melangkahkan kaki ke dalam kereta. Setelah menemui nomor bangku yang benar, kamipun duduk dengan tenang. AKHIRNYA, kami mantapkan langkah awal kami menuju Jogjakarta!

Tiket pergi ke Jogjakarta. Kereta Bisnis. Senja Utama Yogya.

Di kereta, waktu yang bergulir kami habiskan dengan berbincang, makan, bercerita, mendengarkan lagu, bahkan hanya sekedar diam dan tidur. Hampir 10 jam lamanya kami ada di dalam kereta sebelum akhirnya kami injakkan kaki kami di tanah Jogjakarta. Stasiun Tugu jadi titik awal perjalanan kami di daerah Istimewa ini. AKHIRNYA, SAMPAI juga aku di perhentian terakhirku. Senang!

Stasiun Jogjakarta :)

Pagi itu (atau Subuh itu), kami dijemput oleh adik dari Edith. Ya, di Jogjakarta ini, kami semua akan menginap di rumah Edith yang ditinggali oleh adknya bernama Yoseph. Terima kasih, Edith dan Yoseph :).
Badan yang hampir remuk dan pegal ini akhirnya dapat kami istirahatkan sejenak sebelum kami mulai perjalanan mengarungi Jogjakarta. 2 atau 3 jam mungkin cukup.

Hari 2, Selasa 15 Januari 2013.
KERATON - Warung Makan Bu Ageng - Taman Pelangi - House of Raminten

Susah payah kami semua bangun dari nyenyaknya tidur. Wajar, badan kami memang butuh istirahat, tapi, semangat yang membuncah pada akhirnya bisa membuat kami mandi dan siap untuk memulai perjalanan.

Memutuskan tempat awal yang akan kami kunjungi bukan hal yang memakan waktu lama. Dengan cepat, kami semua memutuskan untuk meluncur ke Keraton Ngayogyakarta. Kami hanya ber7. Yoseph, sayangnya tidak dapat ikut serta dalam perjalanan kami. 

Dulu sekali, waktu aku masih SMP, aku sempat mengunjungi Jogjakarta. Tapi, aku tidak berkesempatan mengunjungi Keraton. Aku hanya sempat mampir ke rumah seorang Sultan pada jaman dahulu. Ah, itu sudah lama sekali, aku sudah tak begitu ingat detil ceritanya.
Kesempatan mengunjungi Keraton kali ini membuat aku girang. Kami tidak langsung mengunjungi Keraton, tapi kunjungan ini diawali dengan melihat pameran benda-benda Jogjakarta. Ada kereta dan mobil jaman dahulu, gamelan dan seperangkat alat musik khas Jawa yang bisa aku nikmati. Sejumlah Rp 5.000,- saja yang aku keluarkan untuk tiket masuk melihat pameran ini plus Rp 3.000,- tambahan untuk mendapat ijin menggunakan kamera. Wisata yang tidak menguras banyak uang menurutku.




Setelah puas berkeliling, ah, hujan pagi turun membasahi Jogjakarta. Aku dan teman-teman hanya bisa duduk-duduk di pinggiran untuk menunggu hujan reda. Maltal memilih untuk menyendiri. Ia tampaknya menikmati hujan. Biarkanlah ia kagumi rintik hujan yang turun, sedang aku, memilih untuk mencari kesibukan lain.
Awan tampaknya mengijinkan kami untuk melakukan perjalanan lebih lanjut, sehingga hujan tidak lagi sederas tadi. Kami ber7 melanjutkan perjalanan ini ke Keraton. Aku lupa berapa uang yang aku keluarkan untuk membayar tiket masuk. Yang aku ingat, untuk menggunakan kamera di Keraton, aku harus menambah biaya sebesar 1000 rupiah. Tak apalah.
Akhirnya, aku bisa melihat isi Keraton. Ada bedug khas jaman dulu, lukisan-lukisan, batik-batik, tempat duduk yang digunakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, dan masih banyak lagi!

Foto bersama di depan Keraton.

Meja dan kursi yang dulu digunakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII

Puas melihat harta sejarah di dalam Keraton ini, kami bertujuh melangkahkan kaki keluar kawasan Keraton, tepat pukul 13.15. Keraton Jogjakarta ditutup untuk wisatawan pukul 13.30.

Perut lapar pun sudah tak bisa ditahan lagi. Kami bergerak ke Rumah Makan yang bernama Warung Makan Bu Ageng atas rekomendasi Aan. Ternyata rumah makan ini milik Mas Butet Kertaradjesa, seniman kawakan itu. Ingin sekali aku berjumpa dengan beliau hanya untuk berfoto bersama dan akhirnya keinginanku terwujud. Aku dan teman-teman mendapatkan kesempatan untuk foto bersama. Senang sekali rasanya.



Di tempat makan itu, aku memesan Nasi Campur Lele Njingkrung. Seporsi Nasi Campur ini berisi abon ikan tuna, keripik kentang, areh, sambal Kutai, kerupuk legendar dan Lele goreng yang waktu itu aku daultakan menjadi lauk utama makan siangku. Nikmat. Untuk minumnya, aku pesan Es Cincau Hijau dan Es Lidah Buaya. Rakus memang, tapi aku rasa kedua minuman ini bermanfaat untuk meredakan panas dalam yang sering aku derita.




Di tempat ini, Nina, yang merupakan teman kami bertujuh, datang untuk menemui kami. Ia membawa seorang teman lain bernama Theo atau yang biasa dipanggil Cungkring. Nina ini tinggal di Solo dan ia datang ke Jogjakarta untuk ikut liburan bersama kami. Senang rasanya, personil kami bertambah ramai. Cungkring juga membantu kami dengan menceritakan tempat-tempat yang asik di Jogjakarta.

Usai makan siang, kami bertujuh plus Nina (Mbak Nun) pulang ke rumah Edith. Cungkring pulang juga namun tidak bersama kami. Di rumah, kami menghabiskan waktu untuk menunggu malam dengan bermain BANG! dan Saboteur. Permainan kartu yang menyenangkan dan lumayan menarik. Ini bisa jadi rekomendasi permainan untuk kalian, loh! 

Malam itu, kami putuskan untuk menyambangi wisata malam 'Taman Pelangi' dan makan malam di 'House of Raminten'. Taman Pelangi ini menyuguhkan bentuk-bentuk menarik yang dihiasi dengan lampu-lampu. Macam-macam karakternya. Dari tokoh kartun, binatang, sampai wajah Presiden. Kami mengitari Taman Pelangi dan menikmati setiap pijaran cahaya dari lampu-lampu yang ada. Menarik.

Contoh karakter di Taman Pelangi. Masih banyak karakter berlampu lainnya!

Wajah mantan Presiden RI: Ibu Megawati di Taman Pelangi


Puas berkeliling memandangi cahaya dan berfoto-foto, perut kami sudah minta diisi. Rasa penasaran kami terhadap House of Raminten pun terjawab pula malam itu. Ya, kami makan malam di House of Raminten. Katanya, tempat makan ini sudah sangat terkenal. Pelayan dan pelayanannya unik. Yang paling penting, harganya murah dan terjangkau! Setelah melihat dan menikmati sendiri, ternyata memang makanan di House of Raminten berpotensi membuat perut kenyang tanpa menyebabkan kantong mahasiswa seperti kami kering. Sego kucing yang aku pesan malam itu harganya hanya 1000 rupiah, lengkap dengan tempe teri serta sambal yang mantap! Awalnya, aku pikir sego kucingnya sedikit, makanya aku pesan sego kucing double. Ternyata, 2 sego kucing saja berhasil membuat perutku tambah maju. Apalagi, aku juga kalap malam itu dengan menambah pesanan sate ayam, sate ati ampla, tahu bacem, serta es krim rasa green tea. Haha. Untuk minumnya, aku pesan jeruk nipis madu hangat. Lagi - lagi untuk menyembuhkan panas dalam.
Di House of Raminten, Cungkring datang lagi untuk meramaikan suasana. Tapi, yang menginap di rumah hanya Mbak Nun, Cungkring pulang lagi setelah itu. Tidak ikut bersama kami.

ice cream green tea dan jeruk nipis madu hangat


Es krim bakar. ENAK!
Malam itu jumlah kami berdelapan plus Yoseph.
BANG! dan Saboteur menemani malam hari kami (lagi). Setelah lewat tengah malam, aku lupa pukul berapa, rasa kantuk sudah tak dapat ditahan lagi. Kami memutuskan untuk tidur.

Tidak semudah itu ternyata untuk memulai tidur, seorang teman ingin membagi cerita pada malam itu, sehingga kami, berlima dari kaum hawa, tidak tidur hingga menjelang subuh. Memang benar kata orang, wanita-wanita sangat suka bercerita. Haha.

Akhirnya, rasa kantuk sudah mendekati limit kesabaran, sehingga kami mau tidak mau harus tidur. Perjalanan hari ketiga segera menanti. :)

No comments:

Post a Comment

Thanks for leaving a comment :)