Perempuan yang mengaku bahwa 'perempuan'nya hanya casing ini menjadi pembicara di sesi kedua Young People And Social Media talkshow, bersama dengan dua orang lainnya, @thirty.bucks dan @devignwn. Sebagai petualang yang terus melangkahkan kakinya pergi ke mana-mana, Nyimas Laula juga menyisakan ceritanya sendiri selama melakukan perjalanan. Cerita-cerita itu dikumpulkannya lewat foto-foto yang dilengkapi oleh hashtag #ridetheyellowvolks.
NYIMAS LAULA yang berbaju putih |
Ride The Yellow Volks sendiri tercetus ketika Laula dan tiga orang lainnya (Danar, Bismo, dan Adi) melakukan sebuah perjalanan bersama ke Jogjakarta pada suatu waktu di tahun lalu. You know what? Ternyata Laula dan teman-teman perjalanannya ini dipertemukan oleh Instagram. Adalah salah besar ketika saya mengira Laula dan tiga orang lelaki tersebut sudah berteman dan atau bersahabat sejak lama. It's Instagram who get them meet. Laula memaparkan bahwa persahabatan mereka bisa tercipta semenjak mereka naik gunung bersama-sama. Di situ, Laula yang sama sekali nggak ribet ketika traveling, seperti dipertemukan dengan orang-orang yang juga sama nggak-ribet-nya. Klop. Cocok.
Mengapa kemudian muncul hashtag #ridetheyellowvolks? Karena tanpa direncanakan sebelumnya, saat perjalanan ke Jogjakarta, Laula dijemput oleh bapak dari salah seorang temannya (CMIIW) dengan menggunakan VW warna kuning. Nah, dari sanalah tercetuslah ide untuk menggunakan hashtag tersebut selama mengupload foto-foto perjalanan mereka. Kemudian, hashtag ini terus berlanjut menemani foto-foto momen mereka yang diupload ke Instagram. Kebetulannya lagi, perjalanan-perjalanan Laulasempat ditemani oleh 3 VW kuning yang berbeda-beda pemiliknya. Hmm.
Laula, dalam perjalanan-perjalanan yang dilakukannya berhasil mengangkat satu nilai yang begitu esensial. Nilai persahabatan itu sendiri. Bagi saya pribadi, cerita Laula dari awal dipertemukan dengan tiga orang teman perjalanan itu, kemudian bersama-sama mengabadikan momen dengan #ridetheyellowvolks, sampai pada akhirnya merasa seperti keluarga sendiri, adalah cerita yang benar-benar membawa saya larut dalam keinginan untuk ikut menciptakan cerita saya sendiri.
Bagi Laula, Instagram betul-betul berhasil untuk connecting people (bukan slogan HP jadul itu, ya). Dari Instagram, Laula pernah merasakan perjalanan yang, meskipun dengan budget minim (prinsipnya, punya uang tinggal jalan saja), ia masih punya partner perjalanan yang bersedia membantu (percaya nggak, Laula pernah dibayarin sama Adi selama Laula melancong di Jogjakarta?). Laula juga berkesempatan merasakan nikmatnya dipertemukan sebagai strangers sampai akhirnya berhubungan dekat dan akrab seperti keluarga. Laula juga memberikan pengakuan bahwa banyak orang-orang hebat yang ia temui, ya lewat Instagram. For Laula, that's the way Instagram do to have people meet each other. Satu pendapat Laula yang menarik adalah, "traveling bukan masalah ke mana, tapi sama siapa". Laula menjadi salah satu anak muda yang, mampu menginspirasi lewat sisi lain perjalanannya. Sisi perjalanan di mana orang-orang yang menyertainya jauh lebih penting dari pada destinasi itu sendiri (even it also matters).
Dengan foto-foto Instagram yang Laula bilang diambil (katanya hanya) menggunakan iPod 4th generation, Laula juga membentuk sebuah "cerita" di captionnya. Sama seperti @thirty.bucks, Laula juga nggak mementingkan likes. Ia menggunakan Instagram bukan untuk mendapatkan likes atau followers atau semacamnya. Laula 'memakai' Instagram untuk mengabadikan momen-momennya ke dalam suatu wadah agar suatu saat nanti bisa dilihat-lihat lagi. Masalah likes atau followers yang sering diributkan banyak orang, Laula mengatakan bahwa foto yang diambil dengan menggunakan passion itu akan dengan sendirinya terpancar, foto yang bagus akan menemukan sendiri penikmatnya.
Sebagai female-traveler, Laula tidak pernah mencoba solo-traveling seperti @thirty.bucks, namun ada sebuah tips yang penting dari Laula untuk pelancong-pelancong wanita. Menurutnya, pembawaan seorang wanita ketika mengunjungi tempat baru itu harus yakin dan jangan sampai clueless. Kalau sampai kelihatan cengo' ya pasti akan digodain atau digangguin oleh warga/orang setempat.
Sebagai female-traveler, Laula tidak pernah mencoba solo-traveling seperti @thirty.bucks, namun ada sebuah tips yang penting dari Laula untuk pelancong-pelancong wanita. Menurutnya, pembawaan seorang wanita ketika mengunjungi tempat baru itu harus yakin dan jangan sampai clueless. Kalau sampai kelihatan cengo' ya pasti akan digodain atau digangguin oleh warga/orang setempat.
Soal 'modal' traveling, Laula punya beberapa cara ampuh, dengan memanfaatkan skill fotografi yang ia miliki. Setelah lulus kuliah, Laula sempat bekerja freelance. Sekali menangani suatu project (wedding project), Laula berhasil mendapatkan dukungan dana untuk jalan-jalan sebanyak tiga kali! Kemudian, Laula juga menggunakan foto-foto yang dirasanya bagus dan memiliki "nilai jual" untuk dijadikan modal. Foto-foto istimewa tersebut Laula print dan dieksklusifkan (artinya, tidak diupload ke media sosial manapun). Foto yang sudah dicetak tersebut Laula jual dan setelah laku terbeli, Laula akan menghapus data foto yang ia miliki agar terjaga otentikasinya. Cara lainnya menurut Laula, adalah cari sponsor yang mau support perjalanan Laula.
Laula, sebagai seorang wanita, menginspirasi saya untuk melakukan perjalanan, merangkai momen, membuat cerita, dan menemukan 'keluarga'. Tak hanya gaya simpel Laula yang membuat saya terkesan, tetapi juga caranya memandang media sosial sebagai 'penemu' keluarga. Yakin cuma yang di rumah aja yang disebut keluarga?Nyimas Laula said...
Do what you love. With passion and consistency.
______________________________
Instagram: instagram.com/nyimaslaula
No comments:
Post a Comment
Thanks for leaving a comment :)