Friday, March 6, 2015

SUPERNOVA: Gelombang - Petualangan Alfa Yang Mempesona

Mendengar bahwa bayi ke-lima Dee dari serial mahacerdas SUPERNOVA akan segera lahir pada bulan Oktober 2014 lalu, saya spontan langsung mencari penyedia karya tersebut dan memesannya. Berselang beberapa hari, bayi berwujud buku setebal 465 halaman yang memiliki nama Gelombang itu akhirnya bisa saya letakkan di gendongan saya. Tak lama menimang pun tak sabar rasanya, segera saja saya mulai melarutkan diri dalam pusaran kisahnya.

SEPENGGAL KISAH

Adalah seorang lelaki bungsu tiga saudara bernama Thomas Alfa Edison Sagala yang merasakan adanya suatu hal baru mulai memasukki tahap kehidupannya setelah ia memasukki usia barunya, yakni usia 12 tahun. Jeda beberapa hari setelah ia mencecap usia keduabelas, Ichon —begitulah Edison dipanggil— mulai diperkenalkan dengan salah satu acara atau ritual yang tak pernah ia saksikan secara langsung sebelumnya di kampungnya, salah satu kampung di Sianjur Mula-Mula, dan setelah hari itu, kehidupan Ichon mulai berubah. Tepat pada hari dilaksanakannya ritual tersebut, Ichon melihat dan menyadari keberadaan sesosok makhluk yang lain daripada manusia, bermata nyalang seperti kucing, dan ditengarai oleh salah seorang sakti di kampungnya bernama Si Jaga Portibi. Semenjak itu, Ichon mulai mengalami mimpi-mimpi buruk yang mengganggu tidur-tidur malamnya. Ichon mulai dipaksa untuk tidak lagi pura-pura tidak tahu akan siapa sesungguhnya dirinya. Ichon mulai ditekan oleh keadaannya untuk segera menemukan jawaban atas misteri kejadian-kejadian yang datang ke mimpinya. Petualangan Ichon remaja yang di kemudian hari lebih sering dipanggil Alfa berlanjut hingga ke benua Amerika. Tak tanggung-tanggung, Alfa juga menginjakkan kaki sampai ke Tibet untuk berjumpa dengan identitas diri yang sesungguhnya.

***
Buku yang menyikat hampir seperempat waktu saya dalam sebulan ini dapat dipandang sebagai sebuah kelanjutan cerita yang menarik dari empat buku sebelumnya. Jujur, saya masih belum mampu melihat dan merajut benang merahnya secara utuh, pertama, karena memang buku ini masih memiliki serial lanjutan, kedua, karena memang, di setiap karyanya, Dee mampu membuat pembacanya, terkhususnya saya, melahirkan banyak pertanyaan di benak.

Gelombang mampu menghadirkan bermacam-macam gelombang perasaan yang teraduk-aduk menjadi satu ketika menikmatinya. Rasa kagum terhadap sosok Ichon atau Alfa yang cerdas, terpilih, serta terbukti mampu bertahan hidup di negeri orang. Rasa ngeri ketika membayangkan sebuah ritme kehidupan yang amat jauh dari normal. Apa rasanya tidur hanya dua jam satu hari ditambah tidur-tidur ayam di menit-menit yang lowong? Pun tak ketinggalan, rasa penasaran yang mendera ketika selesai membaca barisan-barisan kalimat pada akhir setiap halaman. Rasa ingin terus membalik-balik dan terus membalik setiap halaman hingga sampai akhirnya, ketika saya tak bisa lagi membalik, saya hanya berharap Dee segera mengeluarkan seri ke-6 SUPERNOVA.

Sebelum berkenalan dengan keutuhan Gelombang, pada bagian awal buku ini, saya diajak kembali untuk mengingat kisah Gio yang sedang mencari wanitanya. Saya diingatkan, bahwa keempat serial buku SUPERNOVA sebelumnya adalah masih berkaitan dengan kisah kelima yang akan saya baca tersebut, Gelombang.

Membaca Gelombang pada awalnya membuat saya dengan amat perlahan mengenal sedikit cerita dari tanah Batak. Latar yang digunakan memang latar kehidupan sosial di Sianjur Mula-Mula, suatu daerah yang diduga sebagai asal-muasal darah Batak, sebelum akhirnya latar negara besar seperti Amerika Serikat dan juga Tibet turut serta dalam cerita.

Jangan harap rajutan kisah di Gelombang bermula dari kehidupan modern seperti sekarang ini. Nyatanya, latar waktu yang digunakan di awal jalannya kisah yakni sekitar tahun 1990. Setelahnya, kisah berkembang hingga pada tahun-tahun 2000an. Ya, kita di bawa merentangi waktu yang cukup panjang dalam novel ini. Mengikuti kisah Ichon, si anak pembaca Koo Ping Ho di bawah pohon hingga menjelma sebagai Alfa yang fasih berbahasa Inggris dengan aksen warga lokal dan mendapatkan pekerjaan di Wall Street. Wow!

Tak hanya berjalan-jalan menempuh tanah Batak, lanjut ke Amerika Serikat, dan ke Tibet, Gelombang juga memperkenalkan pembacanya pada kehidupan di masing-masing tempat tersebut. Bagaimana kehidupan orang-orang Batak yang masih memegang teguh kepercayaan asli Batak, kemudian kehidupan palak-memalak anak muda yang brutal di sebuah apartemen tak terurus di pinggir Amerika Serikat, serta kehidupan spiritual yang sekilas dipaparkan ketika Alfa meraih dataran Tibet.

Seperti yang saya katakan di awal, semua petualangan Alfa dirunut bermula dari perubahan yang terjadi dalam kesehariannya, tanpa ia sengaja dan tanpa ia kehendaki. Persoalan mimpi-mimpi yang seolah selalu siap datang membunuhnya kapanpun menjadi inti dari seluruh kehidupan Gelombang. Nafas Gelombang membawa kita untuk mendalami mimpi, bagaimana mimpi itu dapat amat sangat berpengaruh terhadap kehidupan seseorang. Bagaimana mimpi itu menjadi cara untuk memecahkan misteri-misteri kehidupan yang —bukan tidak mungkin— terkait dengan kehidupan seorang manusia di masa lalu. Bagaimana sebuah mimpi, dapat menjadi jalan masuk seseorang untuk menguak segala pertanyaan yang ada.

Gelombang menggabungkan berbagai pemahaman dan gagasan tentang menjelajah mimpi dan juga tentang pemahaman spiritual yang berumur tua. Gelombang mengkolaborasikan pemahaman-pemahaman serius itu dengan bumbu-bumbu persahabatan, kehidupan keluarga, serta cinta. Gelombang bukan hanya menyajikan cerita dengan satu pokok masalah, akan tetapi ia juga menawarkan kisah perjalanan dan petualangan. Kisah penuh kecerdasan.

Gelombang jelas tampil sebagai suatu karya yang tak sembarangan dihasilkan, melainkan telah melalui sebuah riset mendalam tentang semua unsur yang terkandung di dalamnya. Kejeniusan Dee memang sudah tampak semenjak anak tertua SUPERNOVA pertama kali dilahirkan, yakni Kesatria, Puteri, dan Bintang Jatuh. Karya-karya selanjutnya hingga Gelombang, pun masih mempertahankan keyakinan saya terhadap kehebatan gagasan Dee dalam menghasilkan cerita.

Gelombang —dan juga keempat serial SUPERNOVA pendahulu— masih akan terus menyadarkan saya bahwa di alam semesta ini, masih banyak misteri-misteri yang masih harus ditemukan jawabannya. Banyak pertanyaan yang sering terabaikan dan tak tertemukan jawabannya. Memang terkadang secara kasat mata, hal-hal seperti itu tak nampak, namun SUPERNOVA —termasuk Gelombang di jajaran kelima— pada akhirnya menciptakan gagasan di otak saya bahwa, kehidupan ini hanyalah sebuah jaring besar di mana banyak unsur pendiamnya atau makhluk penunggunya sesungguhnya saling berhubungan dan berkaitan satu dengan lainnya, terhitung pula segala peristiwa yang tercipta dengan caranya sendiri-sendiri.

Tertarik baca SUPERNOVA, juga Gelombang?

No comments:

Post a Comment

Thanks for leaving a comment :)