Finally! Gue punya waktu juga buat jalan-jalan sama keluarga.
Setelah sekian hari dan sekian minggu dilewatkan tanpa berada di rumah karena
kegiatan yang begitu padat (sok sibuk!), akhirnya tanggal 5-11 Agustus 2013 gue
bisa melewatkan waktu bersama Papa, Mama, Opa, dan Oma tercinta.
Nah, terinspirasi dari WSATCC yang merilis jurnal
perjalanannya ke Eropa sana, gue juga ah mau bikin jurnal perjalanan ke Jawa
Tengah dan Jawa Timur ala gue. Hehe.
Mari, gue nggak sabar mau mulai cerita!
Awalnya, perjalanan ini dimulai dengan tumbuhnya rasa
dongkol gue dulu. Gimana enggak dongkol coba? Gue kan tanggal 5 Agustus
kemaren masih punya satu kegiatan dan gue udah jauh-jauh hari ngasih tau Mama,
kalau seandainya gue baru bisa sampai di rumah sekitar jam 5-6 sore di tanggal
5 itu. Tapi oh tapi, pas tanggal 5 pukul 2 siang tiba, gue diminta oleh Mama
dan Papa untuk sampai di rumah tepat pukul 3 sore!
Saat membaca pesan singkat lewat Whatsapp itu, gue lagi ribet sendiri menangani kegiatan gue, dan gue sendiri juga baru aja mau duduk menyantap makan siang. Akhirnya, dengan hati dongkol, gue habisin deh tuh makanan gue, dan meminta tolong seorang teman untuk nganterin gue ke luar
jalan. Maklum, tempat gue saat itu agak masuk ke dalam gang.
Sampai di jalan besar, gue nunggu taksi. Ternyata, tak
satupun taksi kosong lewat. Yang ada hanyalah taksi yang sudah berpenumpang.
Apa boleh buat, gue sama dua orang teman (yang rencananya mau naik taksi
bersama) akhirnya mutusin naik angkot. Kami nyasar. Kami turun dari angkot
hendak mencari ojek. Gue duluan naik ojek, dan mereka belakangan. Kami gagal
naik taksi berbarengan. Gue naik ojek dan minta bapak ojek untuk nganterin gue sampe ketemu taksi kosong. Bukan di pinggiran mal atau pinggir jalan, gue
justru ketemu taksi kosong di lampu merah. Gue langsung ketok kaca si taksi
dan minjem duit 10ribu buat bayar ojek. Langsunglah gue pindah ke dalam taksi
sebelum si merah berubah jadi hijau. Akhirnya, dengan kondisi sang supir taksi
yang nggak hafal jalan serta gue yang mulai ngantuk karena angin sepoy-sepoy, Tuhan ngijinin gue sampe juga di rumah pukul 4 kurang. Untungnya, Mama Papa masih
nungguin. Ya iyalah, nggak mungkin ditinggal juga sih, emang tega? *pede*
Pukul 5 sore di tanggal 5 Agustus, perjalanan dimulai!
Pukul 6 pagi di tanggal 6 Agustus, kami tiba di Semarang.
Yuk, mari disimak cerita perjalanan ini :)
Hari I: Selasa, 6 Agustus 2013.
Berawal di Semarang,
terlelap di Surabaya.
Seperti yang tadi udah gue bilang, kami tiba di Semarang
pukul 6 pagi. Iyaa, jam 6 lewat-lewat dikit lah. Sebelum tiba di Semarang, dan
ketika gue terlelap, ternyata Mama Papa mampir di Brebes. Ngapain lagi kalau
bukan beli telur asin. Mereka beli 10 butir. 7 butir telur asin biasa
(3.000/butir) dan 3 butir telur asin asap (3.500/butir).
Gue sendiri sih, doyan enggak
doyan sama telur asin. Kalau lagi mood ya makan, kalau lagi nggak mau, ya nggak
makan. Dari ke-10 butir yang dibeli, gue cuma nyicip-nyicip dikit. Hehe.
Kami emang nggak berencana nginep di Semarang, maunya nginep
di Surabaya. Alhasil, di Semarang kita cuma numpang lewat doang. Dari Semarang,
ke Demak, kemudian Kudus - Pati - Rembang. Kami mampir dulu makan di Rembang,
di Restoran Pringsewu. Sayangnya, saat gue makan dan singgah di restoran ini, HP
mati, jadi nggak bisa mengabadikan foto-foto makanan ataupun tempatnya.
Restoran Pringsewu ini melakukan publikasi bahkan dari jarak
67 km. Publikasinya menampilkan nama menu-menu yang menggiurkan, makanya gue
sama Papa tertarik deh makan di sana. Eh, sampe di Pringsewu, ternyata nggak
semua menunya tersedia, jadilah kami cuma memesan Cumi Goreng Tepung (Rp 49.500,-), Udang
Goreng Tepung (Rp 57.500,-), ditambah sama Sapo Tahu Ayam (Rp 33.500,-). Hiks, mayan mahal tapi rasanya mayan lah buat ngisi perut. :'')
Dari Rembang, perjalanan lanjut ke Tuban. Di Tuban, gue bisa
lihat Pantai Tuban dan gue baru tau kalau Pantai Tuban itu adalah bagian dari Pantai
Utara. Hehe. Di Tuban, ada beberapa hal yang bisa dilakuin:
|
Pantai Tuban |
1. Beli keripik kentang pedas dan kerupuk ikan tenggiri.
Murah-murah serta enak-enak banget. Keripik kentang pedas harganya Rp
7.000,- terus kerupuk ikan tenggiri-nya juga Rp 7.000,-
2. Beli buah Lontar. Tau nggak buah Lontar? Hehe. Di deket
rumah gue sih, harga satu buah Lontar utuh itu Rp 10.000,-. Di
Tuban, dengan uang Rp 10.000,-, kita udah bisa bawa 5 buah Lontar utuh. Ckckck,
murah banget!
3. Beli kerupuk bangka/kerupuk kemplang. Harganya Rp
16.000,-. Isinya banyak. Kerupuknya gurih! (promosi abis!). Sayaaangnya, gue lupa
mereknya apa dan belinya di toko apa. ;)
4. Sepanjang jalan dari Tuban ke arah Gresik, gue ngeliat
beberapa toko yang menjajakan hasil laut yang diasinin. Tapi, kita cuma beli
terasi sama cumi kering aja. Padahal, kalo diliat, di sana banyak banget
ikan-ikan segar yang diasinin, misalnya aja ikan kakap kering.
5. Berkunjung ke Klenteng Kwan Sing Bio. Klentengnya
guedeeeeeee banget, dan banyak patung-patung gede yang kayaknya mewakili
tradisi Cina banget. Setelah berkunjung ke google, katanya oh katanya, klenteng
ini adalah yang termegah dan terbesar di Indonesia, bahkan di Asia. Wah,
beruntung sekali bisa mampir ke sini! ;)
|
Berfoto di Klenteng Kwan Sing Bio |
Selesai muter-muter Tuban, kita lanjut lagi ke Gresik dan
berakhir di Surabaya. Pas sampai di Surabaya, waktu sudah menunjukkan pukul 6
sore. Kita langsung deh gerak cari hotel. Sebelumnya sih, nanya-nanya dulu sama
AA Google. Cukup kaget liat rate-nya yang bedaaaaaa banget sama Jakarta.
Hotel-hotel yang gue kira harganya di atas 500 ribu, ternyata cuma 300an ribu.
Mewah dan punya banyak fasilitas pula. Ckckck, seru sekali menginap di Surabaya
ini.
|
SURABAYA! (Meskipun nggak tau nama tugunya) |
Setelah menjelajah beberapa hotel, akhirnya kita jatuh hati
sama Emerald Hotel yang terletak di jalan Ambengan. Harga kamar yang paling
standard itu Rp 335.000,-/kamar. Fasilitasnya: Wi-Fi, colokan ada 4, TV Cable,
Hot/Cold Water, Breakfast for 2 persons (dan punya banyak pilihan, ada nasi
bali, nasi rawon, nasi soto, dsb.), dan AC. Kamarnya bersih dan bikin betah
banget. FYI, dari hasil perjalanan kali ini, hotel ini yang paling oke dan
'layak' tinggal.
|
Interior kamar hotel Emerald. |
Buat makan malem, gue sama Papa pengen banget makan bebek
goreng. Namanya lagi di Surabaya, kurang aja kalo belom makan bebek goreng.
Nah, gue googling lagi (anak google ceritanya!), terus ketemulah yang namanya bebek goreng
HT, yang berlokasi di Jalan Karang Empat Besar. Katanya sih, enak banget! Akhirnya,
gue pake google Maps!, buat menemukan si HT-HT itu. Sampe di TKP, ternyata
tempatnya udah tutup. Semua makanan ludes. Pas ditanya besoknya doi buka jam
berapa, doi malah jawab kalo mulai besok doi udah libur. Nasiiib!
Terus, gue googling lagi. Ketemulah rekomendasi baru.
Namanya bebek goreng Cak Yudi. Katanya, berlokasi di Jalan Tanjung Tarowitan.
Tapiii, di google Maps! lokasinya malah ngaco. Akhirnya, kita semua nyasar
dengan perut yang masih lapar.:(
Nyari-nyari lagi di google, ada rekomendasi lain lagi, namanya bebek goreng LA di Jalan Dharmahusada. Sampai di Jalan Dharmahusada, nggak ketemu bebek goreng LA, malah ketemunya bebek goreng Anugerah Jaya. Lumayan rame sih, yaudah karena laparnya sudah tak bisa ditahan, makanlah kita di bebek goreng AJ. Rasanya Lumayan, Porsinya Lumayan, tapi pelengkapnya kurang. Biasanya kan kalo makan bebek goreng, ada sambelnya yang pedees banget, terus nasinya dikasih suwiran-suwiran bebek gitu kan?. Nah,kalo ini, cuma nasi+bebek tok. Hmm.
Soal harga, bebeknya dihargai Rp 20.000,-/potong, terus mesen sate babat juga (Rp 12.000,-). Mahal kah? Murah kah? Ya sudahlah~
Setelah perut kenyang dan hati senang, kita semua kembali deh ke penginapan untuk tidur dengan tenang! Besoknya, kita udah nyiapin beberapa agenda perjalanan juga. Yuk, lanjut ke cerita hari kedua!
Hari II: Rabu, 7 Agustus 2013.
Kuliner di Surabaya, tidur kedinginan di kawasan Bromo.
Kegiatan di pagi hari kedua: bangun tidur lalu mandi lalu sarapan lalu beres-beres dan bersiap check-out. Kembali bersiap dengan handphone di tangan, gue mulai nyari tempat-tempat wisata/kuliner yang bisa dikunjungin di Surabaya. Ketemulah beberapa rekomendasi seperti: Jembatan Merah, KyaKya, Pasar Atum, serta Masjid Cheng Hoo.
Pertama, kita berkunjung ke Jembatan Merah.
Lalu, ke kawasan pecinan KyaKya. Di kawasan ini, ternyata semuanya menutup tirai alias nggak ada yang jualan! Yaudah tuh, kita yang tadinya mau sarapan Chinese Food ala Surabaya harus membatalkan niat. Lanjutlah kita semua ke Pasar Atum. Cuma Papa sama Mama yang turun. Gue, Oma, Opa stay aja gitu di mobil. Mageeerr. Hehe. Berselang 30 menit, Papa Mama bawa sekantong bahan logistik buat selama perjalanan nanti menuju Bromo.
Bahan-bahan Logistik yang dibeli diantaranya:
1. Mochi warna-warni, dibeliin 10 biji.
2. Bola-bola bakso udang goreng.
3. Makanan berbahan dasar daging Babi (Babi panggang manis, panggang garing, bakso goreng, sate, dan abon).
4. Manisan buah Kana.
Ujung-ujungnya, kita semua cuma ngegadoin makanan-makanan itu, tanpa sarapan seutuhnya. Yasudahlah yaaaa~
Lepas dari sana, kita menuju Masjid Cheng Hoo. Arsitekturnya 'cina' banget! Kalo gue nggak salah sih, Masjid Cheng Hoo nggak cuma ada di Surabaya aja, tapi di beberapa kota lain juga ada. Di sini kita nggak lama, gue cuma mau liat dari jauh masjidnya, soalnya kan unik. ;)
Jalanan di beberapa titik di Surabaya menarik hati untuk difoto juga loh. Seperti foto-foto di bawah nih:
|
Depan alun-alun Surabaya |
|
Jalan Kapasan yang sepi sekali :) |
Terakhir, sebelum kita pindah lokasi dari Surabaya, kita mau berburu oleh-oleh. GOOGLING lagi lah kita. Katanya sih ada di Jalan Genteng Besar. Dan untuk kedua kalinya, google Maps! menunjukkan arah yang salah. Akhirnya kita modal nekat muter-muter Tunjungan karena katanya Jalan Genteng Besar ini deket sama Tunjungan. Ketemu jugalah deretan toko oleh-oleh dan mata ini mulai berkilat-kilat penuh gairah oleh-oleh. Hehe.
Karena sebuah toko yang namanya toko BHEK (Jalan Genteng Besar No. 68) terlihat paling ramai, kita tergoda juga untuk melangkahkan kaki masuk ke sana. Kita disambut oleh deretan ikan bandeng asap yang digantung, lalu oleh deretan kue-kue kering serta camilan khas Surabaya. Gue sendiri cuma beli beberapa buat dibagi-bagiin, soalnya kalo banyak-banyak, bingung juga siapa yang mau abisin. ;)
|
Ikan Bandeng Asap yang menyambut |
Almond Cheese Chips @ Rp 40.000,-
Lapis Legit Lusiana @ Rp 55.000,-
Kue Mente Keju @ Rp 35.000,-
Sesuai dengan rencana awal bahwa perburuan oleh-oleh ini adalah yang terakhir, kita langsung deh tancap gas ke Pasuruan, lalu mampir sebentar ke kawasan lumpur Sidoarjo/lumpur Lapindo. Suhu pusat lumpurnya mencapai 90 derajat Celcius. Kedalamannya sudah mencapai 14 meter. Sedih banget liatnya. Katanya, udah 25 pabrik yang terendam lumpur, dan juga rumah-rumah penduduk ludes. Ckckck. :(
Untuk melihat lumpur ini dari dekat, kita harus berhenti di pinggir jalan, naik tangga kayu dulu, dan membayar Rp 10.000,-/orang.
|
Ini sebelum naik ke atas buat liat lumpurnya. Penampakkan dari pinggir jalan. |
|
Ini gambar lumpurnya yang punya kedalaman 14 meter. :( |
Setelah nggak mau berlama-lama di kawasan lumpur itu, kita lanjut lagi jalan ke daerah Probolinggo buat nyari makan. Ketemu sebuah tempat makan, namanya Bromo Asri. Tempatnya lumayan bersih dan menunya beragam. Gue mesen nasi bumbu bali sama bebek goreng. Lokasi tempat makannya di Jalan Raya Banjarsari, Probolinggo. Harganya bersahabat nih kalo di sini! Nggak nyampe Rp 20.000,- per paketnya ataupun per potong bebeknya. ;)
Selesai makan dan perut terisi, yasudah, kita menuju tujuan utama kita, yakni tadadadadada: KAWASAN BROMO!!!
Nyampe di sekitaran sana sih udah menjelang malam, sekitaran pukul 8 atau 9 malam begitu. Papa naik ojek ke atas untuk cari hotel dan penginapan, tapi katanya udah penuh semua. Kita ujung-ujungnya nginep di penginapan berupa villa. Harganya Rp 700.000,- udah termasuk extra bed. Gue tidur di sofa, Papa Mama tidur di extra bed, Opa Oma tidur di kasur gede. Nasib deh kalo nyampenya udah malem begitu. Mungkin untuk kalian yang mau ke Bromo, harus book hotel dari jauh-jauh hari ya :)
Buat makan malem, Papa sama Mama beli nasi putih+telor ceplok+gado-gado buat kita ber5. Ya, kalo lauknya masih kurang, kan masih ada beberapa lauk yang tadi paginya dibeli di Pasar Atum, ;)
Suhu di Bromo dingin banget. Nggak mungkin kuat kalo nggak bawa jaket serta selimut, kecuali emang udah terbiasa tinggal di suhu ekstrim gitu kali ya. Gue aja sampe pake baju 3 lapis dan sweater. Kupluk dan syal juga nggak lupa dipake. Kaos kaki aja yang kurang karena nggak bawa.
Lantainya dingin. Air mineral yang tadinya hangat, bisa jadi dingin kayak dimasukkin ke kulkas. Dinginnya super!
Sedikit yang bisa disaranin sebelum ke Bromo: bawa jaket supertebal, syal, kaos kaki, kupluk, selimut, dan baju yang tebel-tebel.
Cerita wisata Bromonya mana? Yuk ah, nanti dibaca di cerita hari ketiga aja yaw!