Thursday, July 2, 2015

SAIA - Djenar Maesa Ayu: Gelap Gemerlap, Muram, Kelam.

Khas Djenar. Sangat khas Djenar.

SAIA adalah buku Djenar yang keempat yang saya baca. Ceritanya masih berkisar wanita, pria, gairah, narkoba, dan rumah tangga. Semuanya, tidak ada yang bahagia. Meski begitu, saya cukup suka.

Terdiri dari 15 cerita pendek yang tak menawarkan kisah romantis bak putri dan pangeran, SAIA justru berhasil membuat saya bergidik ngeri setiap kali membaca barisan kata yang menghiasi halaman per halaman. Bukan, bukan karena katanya yang vulgar. Diksi yang digunakan malah menarik dan lincah. Adalah rangkaian kata yang membentuk kalimat lanjut menyusun cerita itu yang lantas membuat saya bergidik ngeri.

Djenar, tanpa tedeng aling-aling dan disaring-saring, mencoba menaikkan kisah-kisah kelam yang sangat mungkin nyata terjadi dalam kehidupan manusia ke permukaan. Ia sama sekali tak menawarkan adegan-adegan yang bikin pembacanya iri akibat terlampau manisnya kisah. Sebaliknya, ia justru menampilkan sisi lain kehidupan. Yang mana adalah gelap, kelam, dan penuh kesedihan. Satu hal yang saya tangkap, cerita-cerita ini seperti digunakan Djenar sebagai alat untuk memberontak. Berontak dari kehidupan yang sebenarnya penuh dengan lika-liku garis penderitaan. 

SAIA tak menawarkan kesempatan berimaji. Sebab, kisah-kisahnya seolah nyata terjadi. Misalnya saja, pada cerita berjudul Dewi Sialan, terungkap perselingkuhan suami. Katanya, salah istri. Kemudian, cerita pemerkosaan yang berujung gunjingan terhadap anak luar nikah pada cerita berjudul Fantasi Dunia. Selanjutnya, dalam kisah bertitel Mata Telanjang, ada pula politisi pria yang 'main' sama wanita padahal topengnya menampilkan pribadi suci nan menolak pornografi. Sungguh pura-pura. Dan sungguh, 12 cerita lainnya berhasil membuat saya tertawa miris dalam benak.

Saya takut setelah membaca SAIA. Takut jika kejadian-kejadian yang seolah nyata itu sampai terjadi di dekat saya, bahkan di kehidupan saya. Mungkin semua bisa bilang, "ya dielak saja". Tapi ya bagaimana, saya terlanjur sadar kalau kisah-kisah SAIA sungguh dekat dengan realita. Ingat, bahkan saya tak ditawarkan kesempatan berimaji karenanya.

Mengingat ini bukan buku pertama Djenar yang saya lahap, jujur, saya sedikit bosan dengan inti ceritanya yang melulu itu-itu saja. Wanita, pria, gairah, narkoba, dan rumah tangga. Akan tetapi, mungkin hal seperti itulah yang disebut-sebut sebagai konsistensi penulis. Djenar tak hanya menunjukkan bahwa ia setia menulis, tapi ia juga menunjukkan kesetiaannya pada realitas sosial. Diangkat dan dibungkusnya dalam susunan-susunan paragraf yang 'cantik'. Dengan tak menanggalkan penggunaan kata-kata vulgar, seperti salah satunya selangkangan.

Pada beberapa judul, saya mengaku terbuai akan kepiawaian Djenar bermain dengan susunan kata dan tampilan cerita. Dalam Nol-Dreamland misalnya, Djenar menyuguhkan paragraf-paragraf bertulisan sama. Berulang-ulang. Meski ada juga yang tak diulang.

Buku ini tipis. Sehingga pasti tak butuh waktu lama menghabiskannya.

Sebagaimana kumpulan cerita pendek pada umumnya, inti cerita pada setiap judulnya tentu berbeda. Namun, pembaca akan menemukan satu nama yang hampir selalu ada di setiap kisah. Dengan latar belakang tokoh yang berbeda. Dengan klimaks cerita yang juga tak serupa. Nama itu Nayla. Nama yang pernah digunakan juga oleh Djenar untuk salah satu novelnya. Yang pula saya baca dan saya jadikan bahan makalah saking menariknya.

Entah ada hubungan apa antara Djenar dan nama Nayla. Yang pasti, cerita-cerita yang menemani tokoh Nayla selalu miris dan nelangsa.

Setelah sedikit bercuap-cuap, saya rasa kalian sudah paham bahwa buku ini bukanlah sebuah roman picisan. Yang penuh bumbu cinta. Yang diselimuti imajinasi tinggi sampai mencapai akhir cerita bahagia. Buku ini gelap. Ceritanya berkisar dunia malam yang gemerlap. Namun muram dan senantiasa kelam.

Kelebihan buku ini hanya satu. Buku ini berhasil memaparkan gagasan yang jujur. Beda. Unik. Dan yang pasti, dekat dengan apa yang nyata.

"Mama, kapan mau ke Dunia Fantasi?"
Anaknya merengek lagi. Di dalam matanya ada ledakan kembang api warna-warni. Mata yang sebenarnya setiap waktu ingin Nayla hindari. Mata ayahnya, yang pernah membuat Nayla beberapa bulan mengandung di dalam bui, karena dinyatakan bersalah telah membuat laporan palsu atas kasus perkosaan tanpa adanya cukup bukti.
(SAIA, hlm. 69. Cuplikan cerita pendek berjudul Fantasi Dunia)

No comments:

Post a Comment

Thanks for leaving a comment :)