Friday, May 22, 2015

Cerita Peniti

Saya punya dua kemeja yang bilamana saya pakai, saya membutuhkan satu peniti untuk disematkan di antara kancing kedua dan kancing ketiga (kancing pertama tentu saja yang terletak pada kerah dan biasanya tak dikancingkan). Hal ini saya lakukan karena kancing kedua terlalu berdekatan dengan kerah sehingga membuat saya tidak begitu merasa nyaman. Tapi kalau seandainya saya melepas kancing kedua, maka nanti saya akan dibilang pamer dada. Makanya, saya membutuhkan peniti untuk disematkan di antara kancing kedua dan kancing ketiga.

Persoalan peniti ini sebenarnya sederhana saja. Dulu, berminggu-minggu yang lalu, saya punya dua buah peniti yang ukurannya sedang-sedang saja. Tidak terlalu besar, tapi tidak terlalu kecil juga. Peniti ini sangat akrab dengan saya, apalagi ketika saya sedang ingin menggunakan salah satu di antara dua kemeja yang butuh peniti. Sayangnya, sekali waktu peniti saya hilang karena kelalaian saya yang lupa meletakkannya entah di mana. Saya mencari peniti itu ke kamar mandi, ke lemari, ke meja belajar, meja rias, tapi tak juga saya temukan. Saya kemudian teringat bahwa saya masih punya satu buah lagi peniti. Ya sudah, saya ikhlaskan saja kehilangan satu peniti.

Tak lama berselang, lagi-lagi karena kelalaian saya, peniti kedua pun turut lenyap. Seingat saya, saya sempat sematkan peniti itu di kemeja saya yang lain, tapi tak juga saya temukan lagi peniti kedua itu. Lagi, saya mencari peniti itu ke kamar mandi, ke lemari, ke meja belajar, meja rias, tapi tak juga saya temukan. Kali ini, saya harus pasrah kehilangan dua peniti.

Dalam beberapa minggu ke depan, pilihan saya hanya dua terkait dua kemeja itu: 1) tidak menggunakannya sama sekali karena tidak ada peniti, dan 2) tetap menggunakannya tanpa rasa nyaman karena harus dikancingkan di kancing kedua. Dan saya memlilih mengambil pilihan yang pertama. 

Alangkah senangnya saya ketika dua tiga hari lalu saya main ke daerah Kota, tepatnya di kawasan Pancoran Glodok, saya menemukan abang-abang penjaja barang rupa-rupa. Ada gelas, ada pisau, ada karet untuk kaki kursi dan meja, ada obeng, dan ada peniti! Saya langsung mengambil satu renceng peniti dan ternyata harganya dua ribu rupiah. Beli tiga renceng jadi lima ribu rupiah. Karena kebetulan uang saya di saku celana berupa uang lima ribuan, saya memutuskan untuk sekaligus membeli tiga.

Sejak hari itu sampai hari ini, akhirnya saya kembali menggunakan salah satu kemeja saya. Kemeja yang tak nyaman dengan mengatupkan kancing kedua, namun nyaman dengan peniti di antara kancing kedua dan ketiga. Malangnya nasib peniti itu, di malam hari ketika saya harus berganti baju, saya menjatuhkan peniti itu ke dalam jamban ketika hendak melepaskannya. Saya tak berusaha mengambilnya, karena peniti di kamar saya masih ada dua renceng plus satu renceng minus satu peniti. Mungkin akan berbeda urusannya jika saja peniti yang terjatuh di jamban itu adalah peniti terakhir yang ada pada saya.

Hari ini, kerinduan saya akan kemeja berpeniti satu lagi membuat saya memutuskan untuk menggunakannya kembali. Tentu, satu peniti lagi dari rencengan peniti yang sudah kehilangan satu penitinya, saya ambil untuk disematkan di antara kancing kedua dan kancing ketiga kemeja agar saya tidak dibilang pamer dada. Saya pun merasa gembira karena kemeja itu bisa saya gunakan lagi dan untungnya masih muat! Mengingat, sudah lama kemeja itu tak saya gunakan karena saya tak punya peniti.

Sepulang saya dari bepergian keluar dengan kemeja berpeniti, saya memutuskan untuk berhati-hati ketika hendak berganti pakaian lagi. Saya tak mau peniti saya yang ini harus masuk jamban lagi. Saya lepaskan dari kemeja dengan hati-hati dan saya selamatkan peniti ini untuk sampai di kamar dan kembali pada rencengannya lagi. Melihat dua renceng plus satu renceng minus satu peniti masih teronggok rapi, seharusnya saya tidak perlu khawatir jika peniti hari ini harus hilang dan masuk jamban lagi. Akan tetapi, peniti saya tetaplah peniti, yang saya selalu butuhkan jika ingin menggunakan dua kemeja itu tadi. Mau hanya dua biji atau sekarang sudah ada dua renceng plus satu renceng minus satu peniti, saya tetap butuh peniti. Dan layaknya orang membutuhkan, ke depan nanti seharusnya saya tidak lalai lagi dan tetap menjaga semua peniti yang saya miliki.

2 comments:

  1. Gue juga suka kehilangan peniti chaa, gara-garanya ngremehin lantaran "ah masi ada peniti lain. Padahal nggak setiap saat peniti itu ada: D

    ReplyDelete

Thanks for leaving a comment :)