Tuesday, December 16, 2014

The Power of A Good Family: 7 Hari 24 Jam

The Foundation of Everything is A Good Family.

Sepenggal kalimat itulah yang dapat saya temukan dalam serangkaian film 7 Hari 24 Jam, sebuah film bertemakan kehidupan keluarga pasca pernikahan.

Nasib beruntung telah membawa saya pada sebuah tiket gratis yang akhirnya dapat saya boyong ke Metropole XXI. Selembar tiket dari Mba Esty, yang akhirnya dapat saya gunakan untuk menyaksikan aksi adu akting Dian Sastrowardoyo dan Lukman Sardi. Meskipun harus menonton sendiri karena tiket hanya diberikan satu, pun rasanya tidak menjadi persoalan berarti.

Film 7 Hari 24 Jam ini bercerita tentang  kehidupan rumah tangga seorang sutradara sukses yang tengah memproduksi sebuah film dengan seorang wanita karier yang cukup sibuk dan menjadi pekerja andalan oleh atasannya. Mereka adalah Tyo (Lukman Sardi) dan Tania (Dian Sastro). Pernikahan yang sudah diarungi selama lima tahun ini telah menghasilkan seorang anak perempuan bernama Ayla. Ya, lima tahun, satu tahap usia pernikahan yang sering disebut-sebutkan sebagai usia rawan dalam sebuah hubungan.

Pada suatu kali, Tyo yang terlampau sibuk syuting film dari malam hingga pagi terus-menerus selama beberapa hari harus masuk rumah sakit. Di tengah proses syuting, ia tak sadarkan diri. Satu pasang dokter (dokter tua --diperankan Hengky Solaiman-- dan dokter muda --diperankan Verdi Solaiman--) yang ada di rumah sakit menengarai penyakit Tyo sebagai penyakit Hepatitis A.

Berselang beberapa hari semenjak Tyo masuk rumah sakit, Tania juga ikut masuk rumah sakit. Gejala tifus mendera Tania setelah beberapa hari menjadi wanita super. Super karena di waktu yang bersamaan, Tania harus siaga sebagai istri dari Tyo yang sakit, sebagai ibu dari Ayla yang masih kecil, dan sebagai wanita yang sedang menuju puncak karier di pekerjaannya.

Hal tersebut membuat Tyo dan Tania harus beristirahat selama 7 hari di kamar rumah sakit. Cerita selama 7 hari inilah yang membuat saya dapat berkesimpulan, film ini bagus dan layak untuk ditonton. Apalagi untuk mereka yang sudah berkeluarga dan sedang menapaki tahun kelima mereka.

Baiklah, mengapa saya katakan bagus?
Di film ini, saya melihat cerminan sebagian besar wanita jaman sekarang. Wanita yang tidak lagi 'hanya' berperan sebagai ibu rumah tangga yang mengurus anak dan suami, melainkan juga berperan sebagai pengejar karier yang tak bisa diremehkan.

Kemudian, apakah ada salah satu yang harus dikorbankan untuk mencapai salah satu yang lainnya? Bagi film ini, dan saya setuju, jawabannya adalah tidak. Keduanya bisa dijalankan bersamaan asalkan ada dukungan. Dukungan yang terpenting memang dari diri sendiri, tapi ada kalanya, kita tidak bisa menampik bahwa kita juga membutuhkan dukungan dari orang lain. Apalagi, ketika kita sedang berada di posisi yang tidak lagi mampu menyemangati diri sendiri.

Sosok Tania buat saya sudah cukup merepresentasikan gambaran wanita karier yang nyaris sukses membina rumah tangga. Dengan karier yang menuntut banyak waktunya, anak yang harus diurus dan dibacakan dongeng setiap harinya, serta suami yang butuh dukungan dan perhatian, Tania berhasil mengatasi semua itu meskipun sempat diuji dengan beberapa masalah. Bohong saja jika tidak ada satupun masalah yang pernah mampir di kehidupan pernikahan seseorang. Ayah ibu kalian juga pasti pernah mengalami masa-masa itu, kan? Sama, saya juga. Tapi, pesan mendasar yang saya dapatkan adalah, jangan terlalu lemah menghadapi masalah yang ada.

Ada lagi hal lain yang menarik, sosok Ibunda dari Tania digambarkan sebagai seorang wanita yang begitu mengejar karier hingga rela meninggalkan suaminya. Hal ini jelas berbeda dengan Tania yang pada akhirnya bertahan. Namun, kehidupannya juga pasti berbeda signifikan. Ibunda Tania harus hidup sendiri, sementara Tania, bisa mempertahankan kehidupan keluarga kecilnya.

Menurut saya, film ini ingin menampilkan persoalan-persoalan yang begitu lazim dan sering muncul di dalam kehidupan membina rumah tangga. Masalah waktu yang seolah tak cukup mengurus ini itu, masalah karier, juga masalah cemburu-mencemburu. Akan tetapi, masalah ini tidak menjadi persoalan yang berujung perceraian, justru menjadi celah yang dapat dimanfaatkan untuk kembali mengingat komitmen pribadi ketika saling tukar cincin. That's it. Dan di film ini, Tyo maupun Tania menunjukkan bahwa karir akan tetap dapat dicapai, tetap dapat dikejar, selama mereka saling mendukung dan saling memberikan support. Selama mereka mampu membiarkan satu sama lain tetap menjadi diri sendiri dan tidak memaksakan diri untuk menjadi orang lain.

Pada akhirnya, film yang dipenuhi unsur komedi di berbagai adegan ini bagi saya ingin mengirimkan pesan bahwa dukungan dan support masih jadi yang terpenting dalam kehidupan suami istri. Meskipun memang harus dilengkapi dengan bumbu-bumbu lainnya, seperti kepercayaan satu sama lain, kesadaran untuk tetap menjadikan keluarga sebagai prioritas, rasa mengerti dan memahami pasangan, serta kesabaran untuk menghadapi masalah-masalah yang akan terus muncul. Dan semua ini adalah hal mendasar yang harus diraih demi pencapaian lainnya. Kembali lagi seperti sepenggal kalimat di awal, The Foundation of Everything is A Good Family.

Source: http://www.mncpictures.com/images/slide/large/slide_1414139704_665px_large.jpg
So, just be good!...

PS: Film ini bagus banget buat ditonton, apalagi aktor-aktrisnya kece-kece daaaan dijamin ngakak terus di setiap adegannya! Konyol, kocak, tapi bermakna. :)

1 comment:

  1. Tulisannya cukup membuat saya kembali ingat sama tmn SD dan SMP yang dulu bisa di katakan "akrab"...

    ReplyDelete

Thanks for leaving a comment :)