Tuesday, December 15, 2015

La Famille Bélier - Mengusik Sisi Perasa

Rasa-rasanya, saya punya sensitivitas berlebihan. Saya menangis ketika yang lain merasa biasa. Saya tersentuh, hanya dengan mendengar kata-kata sederhana. Ah, mungkin saya memang sebegini melankolisnya.

Hal ini saya temukan lagi dalam diri, saat saya menonton film Prancis berjudul La Famille Bélier, di Festival Sinema Prancis, Sabtu (05/12) lalu. Bukan di satu dua adegan saja, melainkan di beberapa, saya tak tahan untuk tidak mencucurkan air mata. Cengeng, memang.

Tapi, bagaimana bisa saya enggak menangis? Dari kaca mata saya yang langsung buram saat mata "hujan", adegan-adegan yang disuguhkan selalu saja menyajikan cerita soal hubungan keluarga yang begitu mengharukan.

Adalah keluarga Bélier, nama keluarga yang saya maksud. Mereka terdiri dari empat orang anggota. Sang ayah Rodolphe Bélier (François Damiens), ibunya bernama Gigi Bélier (Karin Viard), adiknya Quentin Bélier (Luca Gelberg), dan sang tokoh utama Paula Bélier (Louane Emera).

Kecuali Paula, ketiga anggota keluarga itu semuanya punya masalah dengan pendengaran alias tuna rungu. Tak mendengar. Tak bicara. Mereka hanya mengandalkan bahasa isyarat. Paula, sebagai satu-satunya bagian dari keluarga kecil ini yang bisa berkomunikasi dengan lancar, selalu menjadi penerjemah.


La Famille Bélier
sumber
Sehari-harinya, mereka yang tinggal di Lassay-les-Châteaux di Mayenne, Prancis ini mengurus pertanian dan peternakan. Mereka hidup dan mendapat sumber pemasukkan untuk pengeluaran dari sana. Pun Paula menjadi pekerja paling setia di bidang tersebut.

Ketika berjualan hasil ternak, semacam susu atau keju, misalnya, selalu Paula lah yang berkomunikasi dengan pelanggan. Menjawab ini itu, sementara ibu ayahnya hanya melempar senyum saja, karena tak bisa mendengar, apalagi berbicara. 

Di sisi lain, Paula yang masih duduk di bangku sekolah menengah, memiliki seorang teman baik bernama Mathilde (Roxane Duran). Jujur, persahabatan antar kaum hawa begini kadang bikin saya iri. Begitu ceria, dekat, dan hangat. Mathilde, dengan segala kelakuan 'bandel'nya, ternyata punya perhatian dan rasa sayang yang begitu mendalam terhadap Paula, sahabatnya. Hal ini, enggak bisa enggak juga jadi salah satu alasan mengapa saya begitu terharu menonton La Famille Bélier (mungkin karena memang saya terlalu gampang dibikin terharu juga).

Seperti remaja muda-mudi belia pada umumnya, Paula sebagai tokoh utama pun punya seseorang yang dijadikan tambatan hati. Seolah direstui semesta, hubungan Paula dan lelaki pujaannya ternyata terberkati. Bermula dari dari sekadar teman bernyanyi, mereka berlanjut sampai menjadi sepasang kekasih. Sejoli yang punya suara emas bak malaikat menentramkan hati *halah*.

Ah ya, Paula dan Gabriel (Ilian Bergala), lelaki yang saya maksud tadi, sama-sama tergabung dalam sebuah kelompok paduan suara di sekolah mereka. Dari persoalan menyanyi ini lah sebenarnya, konflik keluarga Bélier bermula. Pasalnya, Monsieur Tomasson (Eric Elmosnino), guru musik Paula dan Gabriel, merasa Paula punya suara emas yang layak membawanya belajar musik hingga ke Paris. Tentu, keluarga Bélier panik.

Mengapa? Karena tak terbayang bagi mereka, jika Paula, si penerjemah, pengurus ternak, dan penjual keju susu, harus meninggalkan tiga orang yang semuanya tuna wicara dan tuna rungu, untuk belajar musik di Paris yang jauh.

Lika-liku hidup Paula memang begitu pintar memancing air mata saya. Semua jalinan hubungan dalam hidup Paula, baik dengan Mathilde, Gabriel, M. Tomasson bahkan sampai orang tua dan adiknya, seolah punya unsur sendiri yang menyentuh.

Dengan Mathilde, Paula bisa bercerita ini itu tanpa harus merasa malu. Pun Mathilde sebagai sahabat, selalu menularkan semangatnya dan menyampaikan pandangannya dengan tulus.

Dengan Gabriel, Paula seringkali berselisih. Tapi akhirnya, mereka malah berbagi kasih (dan terkadang bikin iri). Hubungan ini sesungguhnya sudah bisa diduga, bahkan sejak mereka berdua bertemu pertama kali. Sempat melihat pasangan ini berduet menyanyikan lagu Michel Sardou-Je Vais T'aimer, mau enggak mau membuat bulu roma berdiri juga. Bagus. Teramat.

M. Tomasson sendiri yang bertindak sebagai guru dan pelatih, punya cara sendiri dalam menampilkan kesan baik hati. Karakter tegas sekaligus lembut membuat saya terkesan, sebetulnya. Apalagi, lelaki ini tak berhenti memberi semangat pada orang yang diyakininya punya talenta. Siapa lagi kalau bukan Paula.

Dengan keluarga, barang tentu banyak yang memunculkan haru. Ibunya begitu terpukul saat Paula menceritakan keinginannya. Ayahnya justru lebih menerima, meski dengan berat hati juga. Kalau kalian ingin menonton filmnya, bertahanlah hingga akhir. Karena menjelang film usai, hubungan Paula dengan keluarganya benar-benar bikin kelenjar air mata di luar kendali. 

Mungkin kalau ditanya yang mana yang paling membuat saya sesenggukan dan menarik lendir hidung dalam-dalam, pasti saya akan menjawab: hubungan Paula dan ayahnya. Mereka, meski sulit berkomunikasi, menunjukan hubungan yang benar-benar dilandasi cinta kasih. Saya (dan mungkin yang menonton) seolah dibimbing dengan lembut untuk merasakan hal tersebut. Di beberapa adegan, sang ayah selalu menunjukkan rasa sayangnya terhadap sang putri satu-satunya. Bahkan, tanpa bisa mendengar sekalipun, ia tetap meminta anaknya untuk bernyanyi di dekatnya, hanya untuk dirinya. Hanya untuk merasa sebuah anugerah berupa suara.

Ah, entahlah, mungkin karena saya pun mendamba sosok yang sebegitu rupa.

Bilamana saya dirasa membocorkan ceritanya, ah, mungkin itu karena saya tak tahan untuk tidak menceritakan. Saya selalu kagum sama film-film drama yang mampu membuat saya menangis (meski saya sungguh mudah menangis). Saya selalu kagum sama cerita-cerita yang tak berlebihan, namun punya kekuatan yang mengusik sisi perasa dalam diri saya.

La Famille Bélier, dengan segala kekurangan yang ada pada setiap anggotanya, mampu menunjukkan ikatan emosional yang kuat, kompak, dan dengan apik terjaga. Sekali lagi saya pakai istilah andalan saya, film ini 'mengaduk-aduk rasa'. Menangis dan tertawa sekaligus saya dibuatnya. Walau terkadang saya dibuat geregetan juga dengan tindak-tanduk Paula yang...ah...ya bikin geregetan.

Merupakan suatu kebahagiaan tersendiri saat saya bisa menyaksikan salah satu film ternama dari negara Prancis ini. Kisahnya tentang keluarga benar-benar menampar saya seraya berkata, "Memang keluarga tak mungkin ada yang sempurna."

Ya, pada akhirnya, kira-kira demikian.

Untuk menambah-nambah referensi lagu bagus, ini ada beberapa lagu yang muncul di dalam La Famille Bélier:

Michel Sardou - Je Vais T'aimer
Michel Sardou - Je Vole
Michel Sardou - En Chantant
Michel Sardou - La Java de Broadway
Michel Sardou - La Maladie d'Amour
---

Selamat mencari filmnya dan menonton. :)

2 comments:

  1. kak, nyari filmnya dimana ya? ak liat trailernya kayanya bagus bgt tapi gak nemu kasetnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai Putri :) Aku kurang tau kalau nyari filmnya di mana, soalnya aku pun nontonnya di festival. Hehehe :) Coba ke IFI aja kalau nggak, alias pusat kebudayaan Prancis.

      Delete

Thanks for leaving a comment :)