Tinggal satu hari lagi, pesta rakyat itu dimulai.
Langkah kaki harus disiapkan hingga mantap menuju TPS tanggal 9 April 2014 nanti.
Langkah kaki harus disiapkan hingga mantap menuju TPS tanggal 9 April 2014 nanti.
Kira-kira, kalian mau nyoblos apa? Atau, siapa?
Adakah yang justru memilih untuk golput?
Saya membuat tulisan ini, karena ingin membagi apa yang ada di dalam pikir saya.
Jika diingat-ingat, baru empat tahun yang lalu, saya resmi menginjak umur 17 tahun.
Terus kenapa? Ya, terus, saya belum pernah tuh, merasakan seperti apa rasanya memegang kertas suara PEMILU. Pernahnya juga PILKADA waktu itu. Kalau untuk memilih siapa yang akan mewakili suara saya di pemerintah sana, sih, seperti yang sudah saya ungkapkan tadi. Apakah saya pernah? Tentu belum, jawabannya.
Akhirnya, PEMILU 2014 datang juga. PEMILU, yang bagi saya merupakan suatu momen di mana saya bisa menikmati pesta (yang katanya) demokrasi untuk pertama kalinya.
Berulang kali saya membayangkan, tanggal 9 April 2014 itu, pagi-pagi pukul tujuh, saya akan siap melangkahkan kaki menuju TPS dekat rumah, mengambil empat lipatan kertas suara,
lalu masuk ke bilik tertutup di tiga sisinya dan mengambil keputusan untuk memilih empat nama.
lalu masuk ke bilik tertutup di tiga sisinya dan mengambil keputusan untuk memilih empat nama.
Apakah saya kenal semua calon yang akan dihadapkan pada saya?
Tentu tidak jawabannya.
Apakah sekiranya kita punya akses untuk mengorek-ngorek sejarah para calon wakil rakyat itu?
Tentu ada jawabannya.
Apakah sekiranya kita punya akses untuk mengorek-ngorek sejarah para calon wakil rakyat itu?
Tentu ada jawabannya.
Cobalah tingkatkan kekepoan kita sebagai generasi muda ini dengan mencari cara agar kita bisa mengenal para calon. Tengok saja di http://dct.kpu.go.id. Kalian bisa mendapatkan sedikit informasi mengenai para calon legislatif yang akan kita pilih nanti. Bisa menjadi sebuah referensi, bukan?
sumber: http://us.images.detik.com |
Seringkali, alasan tidak kenal calon dijadikan jawaban atas pertanyaan, "Kenapa golput?". Padahal, selain situs yang saya sebutkan tadi, masih ada, loh, beberapa situs lain yang turut mengulas profil para calon.
Keterbukaan informasi yang diberikan bagi masyarakat tentu saja dengan mudahnya mampu membuat saya membantah jawaban mereka yang menggunakan alasan tidak kenal calon itu, toh?
Keterbukaan informasi yang diberikan bagi masyarakat tentu saja dengan mudahnya mampu membuat saya membantah jawaban mereka yang menggunakan alasan tidak kenal calon itu, toh?
Kalau tidak pakai alasan itu, ada juga alasan lain untuk golput. Beberapa di antaranya:
"Takut salah pilih." -lah
"Politik itu kepentingan." -lah
"Semua sama saja." -lah
"Semua hanya janji saja." -lah
"dan lain lain" -lah
Jadi, jika seperti itu keadaannya, tidakkah kalian pernah berpikir, jika semua rakyat Indonesia berpikir tentang hal yang sama, sepakat untuk tidak lagi mau memilih, lantas yang merayakan pesta ini siapa?
Yaaa bisa otak sederhana saya ini bilang, mereka mereka lagi yang memilih. Mereka siapa? Tentu, mereka yang namanya tercantum di poster-poster itu, mereka yang ada di belakang para calon itu, dan mereka yang tergabung sebagai tim sukses para calon itu.
Lalu, kita dengan pasrahnya hanya diam dan acuh sajakah?
Saya kira, hanya pribadi masing-masing kita yang punya hak menjawab.
Yaaa bisa otak sederhana saya ini bilang, mereka mereka lagi yang memilih. Mereka siapa? Tentu, mereka yang namanya tercantum di poster-poster itu, mereka yang ada di belakang para calon itu, dan mereka yang tergabung sebagai tim sukses para calon itu.
Lalu, kita dengan pasrahnya hanya diam dan acuh sajakah?
Saya kira, hanya pribadi masing-masing kita yang punya hak menjawab.
Saya pernah diberikan kesempatan untuk menulis di salah satu harian nasional mengenai politik di mata kaum muda. Saya sempat mewawancarai beberapa orang muda. Sebagian dari mereka memang sudah tidak lagi peduli pada siapa yang akan memimpin bangsa. Sudah tak ada kepercayaan lagi, katanya. Namun, secercah harapan nyatanya masih hidup bagi sebagian yang lainnya.
Beberapa waktu lalu, rekan-rekan di PMKAJ US juga sempat mengadakan survey kecil-kecilan di kalangan mahasiswa Universitas Indonesia (dengan responden yang dipilih secara acak) terkait isu politik menjelang pemilu di antara para mahasiswa. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 50,7% dari total responden mengatakan bahwa politik itu sebenarnya tidak kotor. Selisihnya percaya bahwa politik itu tidak bersih. Miris memang, mengingat jumlah yang memandang politik secara negatif itu tidaklah sedikit.
Sebagai referensi lain untuk tulisan saya di harian tersebut, saya ikut bertanya pada seorang ahli dalam bidang ini. Beliau akhirnya membuka mata saya bahwa politik itu sebenarnya tidak jahat. Tidak pula busuk seperti yang orang lain katakan. Yang busuk dan yang jahat sebenarnya adalah orang-orang yang terlibat di dalamnya. Tidak semua, mungkin. Tapi, sebagian itu adalah orang-orang yang lihai mengambil celah dan kesempatan untuk mengutamakan kepentingan (pribadi) serta mengesampingkan kepentingan lain (rakyatnya). Jadi, tak salah juga kalau dibilang "busuk" atau "jahat", kan?
Beberapa waktu lalu, rekan-rekan di PMKAJ US juga sempat mengadakan survey kecil-kecilan di kalangan mahasiswa Universitas Indonesia (dengan responden yang dipilih secara acak) terkait isu politik menjelang pemilu di antara para mahasiswa. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 50,7% dari total responden mengatakan bahwa politik itu sebenarnya tidak kotor. Selisihnya percaya bahwa politik itu tidak bersih. Miris memang, mengingat jumlah yang memandang politik secara negatif itu tidaklah sedikit.
Sebagai referensi lain untuk tulisan saya di harian tersebut, saya ikut bertanya pada seorang ahli dalam bidang ini. Beliau akhirnya membuka mata saya bahwa politik itu sebenarnya tidak jahat. Tidak pula busuk seperti yang orang lain katakan. Yang busuk dan yang jahat sebenarnya adalah orang-orang yang terlibat di dalamnya. Tidak semua, mungkin. Tapi, sebagian itu adalah orang-orang yang lihai mengambil celah dan kesempatan untuk mengutamakan kepentingan (pribadi) serta mengesampingkan kepentingan lain (rakyatnya). Jadi, tak salah juga kalau dibilang "busuk" atau "jahat", kan?
Bicara kepentingan, tak bisa dipungkiri, saya juga ngeri. Kengerian ini muncul tatkala saya membayangkan orang-orang terpilih nanti akan hijau matanya demi kepentingan pribadi. Terdesak kondisi ataupun emosi. Kengerian akan janji-janji manis yang (mungkin) berujung "hanya janji" dan kesejahteraan rakyat tetap jadi mimpi.
Tapi, di sini pertanyaannya adalah, sampai kapan saya harus menyimpan kengerian?
Pengetahuan saya masih minim dibanding mereka yang setiap hari membaca koran, menonton berita di televisi, membaca berbagai artikel di internet, dan mengenali segala detil cacat baiknya Indonesia. Dibilang ngeri, saya pasti sangat ngeri. Apalagi tak banyak yang saya mengerti dan ketahui.
Tapi di sisi lain, saya hanya ingin menyumbangkan suara. Ingin mengambil sikap dan langkah yang sepatutnya sebagai warga negara. Ingin merasakan 'nyoblos' untuk pertama kalinya dan nggak mau kesempatan ini sia-sia.
Baik buruknya pilihan yang dihadapkan demi masa depan negara ini, tetap kita-kita juga kan yang merasakan dampak dan manfaatnya? Jadi, dari pada surat suara terbuang sia-sia di tangan yang tak punya tanggung jawab, lebih baik berikan apa yang kita bisa berikan sebagai warga negara.
Toh, hasil survey yang diadakan rekan saya itu juga mengatakan bahwa di kalangan mahasiswa, masih ada 86 % yang percaya Indonesia masih mampu lindungi rakyatnya, 94 % yang ingin mempertahankan UUD 1945, dan 89,3 % yang ingin berpartisipasi di PEMILU.
Yah, namun hasil survey tetaplah hasil survey. Responden masih terbatas dan tak menutup kemungkinan masih banyak yang setuju GolPut. Meskipun demikian, saya masih optimis.
Saya tidak pernah tahu siapa saja yang akan menemukan dan membaca tuisan ini. Namun bagi kalian, iya, kalian yang sedang baca, saya mau mengajak kalian, terutama pemilih-pemilih muda (yang sama nasibnya seperti saya) untuk berani menentukan pilihan. Berani memilih mereka yang nantinya akan mewakili suara kita selama 5 tahun di pemerintahan. Lagipula, informasi terkait pemilu sudah mudah didapatkan.
Akhir kata, coblos dan berikan suara kalian, ya!. 9 April 2014, Indonesia ada di tangan kita bersama! :D
LET'S GO TO THE PARTY! :)
Pengetahuan saya masih minim dibanding mereka yang setiap hari membaca koran, menonton berita di televisi, membaca berbagai artikel di internet, dan mengenali segala detil cacat baiknya Indonesia. Dibilang ngeri, saya pasti sangat ngeri. Apalagi tak banyak yang saya mengerti dan ketahui.
Tapi di sisi lain, saya hanya ingin menyumbangkan suara. Ingin mengambil sikap dan langkah yang sepatutnya sebagai warga negara. Ingin merasakan 'nyoblos' untuk pertama kalinya dan nggak mau kesempatan ini sia-sia.
Baik buruknya pilihan yang dihadapkan demi masa depan negara ini, tetap kita-kita juga kan yang merasakan dampak dan manfaatnya? Jadi, dari pada surat suara terbuang sia-sia di tangan yang tak punya tanggung jawab, lebih baik berikan apa yang kita bisa berikan sebagai warga negara.
Toh, hasil survey yang diadakan rekan saya itu juga mengatakan bahwa di kalangan mahasiswa, masih ada 86 % yang percaya Indonesia masih mampu lindungi rakyatnya, 94 % yang ingin mempertahankan UUD 1945, dan 89,3 % yang ingin berpartisipasi di PEMILU.
Yah, namun hasil survey tetaplah hasil survey. Responden masih terbatas dan tak menutup kemungkinan masih banyak yang setuju GolPut. Meskipun demikian, saya masih optimis.
sumber: http://wartafeminis.files.wordpress.com |
Saya tidak pernah tahu siapa saja yang akan menemukan dan membaca tuisan ini. Namun bagi kalian, iya, kalian yang sedang baca, saya mau mengajak kalian, terutama pemilih-pemilih muda (yang sama nasibnya seperti saya) untuk berani menentukan pilihan. Berani memilih mereka yang nantinya akan mewakili suara kita selama 5 tahun di pemerintahan. Lagipula, informasi terkait pemilu sudah mudah didapatkan.
Akhir kata, coblos dan berikan suara kalian, ya!. 9 April 2014, Indonesia ada di tangan kita bersama! :D
LET'S GO TO THE PARTY! :)
No comments:
Post a Comment
Thanks for leaving a comment :)